Categories : Hiking

 

Sebenarnya saya sudah ingin melupakan rute hiking menuju Tebing Keraton dari arah Tahura, malah sudah mendeklarasikan diri tidak ingin lagi mengalami hiking dengan rute trek seperti itu lagi (lihat cerita hell pass).
Tetapi takdir mempertemukan kami dengan salah satu guide lokal (?) di Tahura, kala itu kami ingin sedikit demi sedikit menuntaskan Ekspedisi Cikapundung 2022 yang diinisiasi oleh komunitas perempuan D1VA.

Perkenalan terjadi saat kami mengunjungi Curug Omas dan Curug Cikapundung yang menjadi bagian jalur ekpedisi Cikapundung. Saat itu beliau mengatakan bahwa ada trek hiking dari Maribaya menuju Tebing Keraton. Krrrk…krrrk…mata saya langsung membelalak…ingat beberapa tahun ke belakang. “Wait pak…jadi gimana treknya” saya mencoba membuka pertanyaan. “Ya agak nanjak terus, masuk hutan”. “Bapa yakin hafal rutenya?” “Hafal neng, kan bapa yang buka jalurnya juga” beliau meyakinkan.

Saya pun berdiskusi dengan Melly, Jule, dan teman-teman lain. Mereka sepakat untuk menjajal trek made in si bapa ini lalu mulai mengagendakan jadwal hiking pada hari Minggu, 18 Desember 2022. Beberapa teman batal ikut karena ada keperluan lain. Jadilah kami be-3. Saya, Melly, dan Jule.

Dengan mantap, pagi-pagi jam 8 kami berkumpul di Sekejolang untuk bertemu dengan guide di Warung bu Aah. Kami pun berjalan menuju Curug Cikapundung, dan beliau menunjukkan arah ke sebelah kiri menuju ke arah lereng Tebing Keraton.

Pada saat masuk jalur hutan tersebut, perasaan saya sudah kacau, dimulai dengan mendengar keterangan yang berbelit-belit mengenai trek dari guide, lalu terkesan menakuti-nakuti bahwa di sini ada ular piton dan banyak lebah bersarang. Mengenai binatang-binatang liar ini sih saya percaya, karena hutannya terlihat memang jarang terjamah manusia. Dan waktu terakhir jajal jalur hellpass di 2016 memang saya melihat sarang lebah yang luar biasa besar tepat di bawah tebing keraton.

Setelah hiking kurang lebih 30 menit, lebih tepatnya climbing sih ini, pemandangan tampak berbeda. Batu-batu besar berlumut mendominasi trek saat itu. Trek bikin jengkel mulai menghantui ketika jalan yang kita lalui sepertinya bukan merupakan jalur. Tidak ada setapak ataupun penanda. Kami semua menerobos tanaman perdu, termasuk tanaman pulus yang seakan-akan mematai-matai kami, mengintai sepanjang perjalanan. Bahkan batang-batang pohon seperti memberikan PHP alias harapan palsu, terlihat kuat untuk dipegang dan mudah diraih, tetapi kenyataannya ketika dipegang, tanah begitu rapuh, sehingga seringkali kami ikut tergelincir ataupun jatuh bersama pohon yang kami jadikan pegangan.

 

Suasana pun tambah tegang hati bimbang ketika si bapak tidak memberikan jawaban pasti ke arah mana kita harus melangkah. “Ke kiri atau ke kanan ya neng?” beliau malh balik bertanya. Jule yang sepanjang perjalanan terus mengomel akhirnya tidak tahan untuk tidak berkomentar “Lha, kan bapa guide nya, kenapa nanya ke saya?”
Lalu dia menerangkan bahwa jalurnya tertutup pohon-pohon tumbang, sehingga ia harus meraba-raba kembali jalannya.

Drama terpeleset, kaki tertahan di kemiringan, jadi santapan selama satu jam perjalanan. Ah melelahkan sekali. Lereng semakin miring dan tanah semakin rapuh, kami menghela nafas sejenak. “Cape kesel, sumpah!” Jule mulai ngacapruk lagi.
“Pa naha ieu mah jalurna sieun kieu” Melly mulai ragu karena tertahan di kemiringan tidak bisa naik lagi. “Gak ada pijakan, mau naik kemana, tidak ada pegangan juga.” Melly dalam posisi telungkup kesulitan bergerak memang sementara saya dan Jule pun hampir jumpalitan di lokasi tempat saya tertahan.

Saya berbisik ke Jule yang juga sedang berusaha untuk mencari pijakan yang lebih kuat. “Jul, ini mah kita harus mengandalkan diri sendiri, ini kita gak bisa bergantung sama dia, liat deh bapaknya juga kepayahan”
“Eh Jul tarik aku uy mau tergilincir ke lereng” saya minta tolong Jule yang sudah sampai duluan ke area dekat pohon yang kuat.

 

Saya pun menelepon Pa Bayu yang survey tahun 2016 itu untuk meminta saran, duh untung ada sinyal setrongg….”Ini sih hiking edan lagi’ saya bilang. “Sudah balik kanan aja, masih jauh itu”, ia menyarankan.
Guide sepertinya enggan untuk turun, seperti halnya saya dan Jule yang sudah di atas. Tapi Melly yang posisi di bawah gimana? Dia tertahan di posisinya kesulitan naik, mencari pegangan pun susah.

Saya ngobrol lagi sama guide nya, “Pak kemungkinan berapa menit lagi ini sampe?” beliau dengan wajah ragu hanya menjawab “sedikit lagi”’….saya bisa membaca kecemasan di wajahnya… mulai ngomong ngalor ngidul….tidak meyakinkan….. ah sudah…..skip…skip…
Saya berusaha tenang ”Pa istirahat dulu lah, makan permen dulu, ngerokok dulu lah pak”
Kalo saja bapanya bisa meyakinkan kami bahwa treknya sudah dekat dan aman, mungkin kami bisa sedikit push Melly bantu naik. Tapi …krkkk..krkk..krrk…tiba-tiba bapak guide nya nanya ke saya…”Neng cobi eta ka rerencangan eneng eta nu nelp taroskeun kira-kira udah berapa perjalann lagi?” harrrrrr…ari bapak….mulai tambah capek karena gagal paham.

Akhirnya saya suruh beliau ngomong aja ke pa Bayu …”Pak, jadi gini aja, kalo jalurnya udah bagus, udah bapa tata lagi, dibebereslah, nanti bisa dicoba lagi, sekarang udah jam 12 siang lebih mending balik lagi aja, khawatir keburu hujan tambah beresiko” saran pa Bayu.

 

Setelah melakukan telp. Saya dan Jule termenung, gimana kita baliknya? Wkwkkwkw…susah banget mau turun. Tapi harus kita lalui juga ini. Haduh serba salah. Kayak film Warkop aja ‘Maju Kena Mundur Kena’
Bapak guide (abal-abal) sepertinya enggan turun juga. Lanjut naik aja neng, udah dikit lagi kok.
Lanjut ke mana pak, Jule yang mulai hilang kesabaran “Udahlah bapak jangan banyak wacana….” Ya ampuuun…jadi kumaha ini teh atuuuuh….
Okay udah kita balik aja, saya pun akhirnya tegas memutuskan. Jalur ini bahaya…not recommended.

“Pa lain kali jangan nawarin trek ini ke tamu, ini menurut saya not recommended” nasihat kami.

Sedikit demi sedikit dengan kesabaran bercampur kecemasan akhirnya bisa turun ke pijakan yang tidak terlalu miring.
Ketika batu-batu besar dan jalur air telah dilewati, jalanan mulai agak bersahabat wajah si bapa mulai berbinar kembali lalu bercerita kalo trek ini sering dipake trail running Tahura, “Bapa sering bawa tamu asing ke sini, ada yang bikin video, kalo jatuh teh pada ketawa-ketawa….pada nyampe ke atas tamu-tamu bapa…bla…bla…bla…”

Krkrkk….krrkkk…. Jule yang dengernya malah bernyanyi ‘’’Segala yg kau ucap bohong, semuanya omong kosong, tak perlu lagi percaya, kau hanya pura-puraaaa”
Lalu mang guide bertanya ke Melly, “ini tadi kita lewat jalan sini kan ya”….harrrrr yang kesekian kali …

What an experience. Setelah turun ke curug Omas kami pun bersih-bersih. Lalu ada seorang bapa yang sedang duduk di warung berkomentar.

“Neng, ngapain ke sana, itu mah jalur ngarit bapa”

Hatchiiii….langsung bersin …
Yasudah!

 

Penulis : Tanti Brahmawati

 

 Posted on : December 20, 2022